Jamasan pusaka di Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas yang dilakukan setiap bulan Maulid jadi wisata budaya bagi masyarakat Banyumas dan sekitarnya. Prosesi adat yang digelar Jumat (25/12) lalu ini menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Tidak salah jika semestinya, Jamasan sudah menjadi objek wisata yang pantas untuk “dijual”
ketua kelompok sadar wisata Desa Dawuhan, Sutrimo mengatakan, ada peningkatan pengunjung setiap tahunnya meski sedikit demi sedikit. Acara yang bertepatan dengan waktu libur sekolah dan libur kerja menjadi faktornya. Pengunjung dari berbagai kota sengaja datang untuk melihat budaya turun temurun tersebut, diantaranya dari Jakarta.
“Yang datang dari Jakarta juga membantu pembiayaan acara. Karena butuh dana yang besar. Sementara itu dana kami masih terbatas. Untuk pengunjung yang hadir juga kami berlakukan tiket masuk dan biaya parkir. Itu juga untuk membantu kami membiayai prosesi adat tersebut. Warga juga tidak keberatan,” ujarnya.
Dia mengatakan, kebuyaan tersebut berpotensi menjadi wisata budaya maupun wisata religi dengan adanya Makam Dawuhan. “Makam Bupati Banyumas ada dari yang pertama sampai ke 13,” paparnya.
Duta Pariwisata Banyumas, Muhammad Thol’at Al Farakhi mengatakan kebudayaan tersebut bisa menjadi destinasi wisata atraksi di Banyumas. Dia berharap, kebudayaan tersebut lebih dikemas agar semakin banyak masyarakat yang tertarik menyaksikan kebudayaan itu. “Masyarakat Banyumas sudah semestinya harus sadar budaya sendiri. Tak hanya alam, kebudayaan yang ada juga bisa jadi destinasi wisata,” imbuhnya.
Salah seorang pengunjung, Linda (22) mengatakan, dia sengaja datang dari Purwokerto untuk melihat proses jamasan pusaka. Dia mengakui selama ini dia belum mengetahui prosesi adat tersebut dan penasaran ingin mengetahuinya. Dia juga baru mengetahui jika makan Bupati Banyumas pertama, R. Joko Kaiman berada di Desa Dawuhan. ” Ternyata Banyumas juga banyak kebudayaan,” katanya
ketua kelompok sadar wisata Desa Dawuhan, Sutrimo mengatakan, ada peningkatan pengunjung setiap tahunnya meski sedikit demi sedikit. Acara yang bertepatan dengan waktu libur sekolah dan libur kerja menjadi faktornya. Pengunjung dari berbagai kota sengaja datang untuk melihat budaya turun temurun tersebut, diantaranya dari Jakarta.
“Yang datang dari Jakarta juga membantu pembiayaan acara. Karena butuh dana yang besar. Sementara itu dana kami masih terbatas. Untuk pengunjung yang hadir juga kami berlakukan tiket masuk dan biaya parkir. Itu juga untuk membantu kami membiayai prosesi adat tersebut. Warga juga tidak keberatan,” ujarnya.
Dia mengatakan, kebuyaan tersebut berpotensi menjadi wisata budaya maupun wisata religi dengan adanya Makam Dawuhan. “Makam Bupati Banyumas ada dari yang pertama sampai ke 13,” paparnya.
Duta Pariwisata Banyumas, Muhammad Thol’at Al Farakhi mengatakan kebudayaan tersebut bisa menjadi destinasi wisata atraksi di Banyumas. Dia berharap, kebudayaan tersebut lebih dikemas agar semakin banyak masyarakat yang tertarik menyaksikan kebudayaan itu. “Masyarakat Banyumas sudah semestinya harus sadar budaya sendiri. Tak hanya alam, kebudayaan yang ada juga bisa jadi destinasi wisata,” imbuhnya.
Salah seorang pengunjung, Linda (22) mengatakan, dia sengaja datang dari Purwokerto untuk melihat proses jamasan pusaka. Dia mengakui selama ini dia belum mengetahui prosesi adat tersebut dan penasaran ingin mengetahuinya. Dia juga baru mengetahui jika makan Bupati Banyumas pertama, R. Joko Kaiman berada di Desa Dawuhan. ” Ternyata Banyumas juga banyak kebudayaan,” katanya